GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

Senin, 2 November 2020
JANGAN RAGUKAN TUHAN
Ibrani  12 : 12 - 17

Ungkapan iman kuat tetapi tubuh lemah, adalah sebuah pembenaran ketika manusia terjebak dalam dosa atau ketidak berdayaan menghadapi hal-hal yang tidak disukai Tuhan. Ungkapan ini juga menggambarkan betapa manusia sering tidak berdaya ketika diperhadapkan dengan kenikmatan sesaat tapi berdampak negatif yang panjang, dengan penolakan sesaat tapi berdampak positif kedepannya.
 
Perikop saat ini berbicara tentang bagaimana kelemahan atau keterbatasan iman kepada Tuhan, dipacu untuk lebih kuat lagi dalam menghadapi tantangan jaman yang mementingkan kepuasan badani (materi). Lebih tepatnya bagaimana manusia tetap berpengharapan di tengah-tengah situasi yang memaksa kita untuk melakukan dosa (ayat 12 dan 13). Pada ayat 14 jelas terlihat bagaimana manusia yang berpengharapan tidak akan menyakiti sesamanya. Karena ketika manusia dikuasai oleh hawa nafsu dalam pemenuhan kebutuhan badani (materi); sudah pasti gesekan atau benturan dengan sesama tak terelakkan. Menyakiti hati dan pikiran sesama bukan berarti adu fisik, tetapi dengan menipu, (Pemberi Harapan Palsu = PHP), berlaku curang dan lain sebagainya. Sadarkah kita, dengan menyakiti dan melukai hati sesama, kita masih layak disebut hidup dalam kekudusan? Sedangkan ayat 14 menekankan bagaimana iman yang kuat membangun pengharapan dan pengharapan kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka kita akan hidup kudus. Hidup kudus akan membuat kita bisa melihat Tuhan berkarya dalam hidup ini.
 
Iman yang kuat akan melahirkan pengharapan yang kuat kepada Tuhan, sudah tentu membuat manusia tidak akan jauh dari kasih karunia Allah. Karena ketika manusia dekat dengan Allah, kepahitan hidup tidak akan hadir dalam ruang hati dan pikirannya. Tetapi ketika manusia jauh dari kasih karunia Allah, maka akan banyak kepahitan yang hadir dalam hidupnya. Dan ini membuat manusia akan kecewa dengan kehidupan ini. Itu berarti ketika  manusia sudah kecewa dengan dirinya sendiri, untuk membuat sesamanya kecewa adalah hal yang mudah. Kecewa ketemu dengan yang dikecewakan maka kekacauan atau kerusuhan tinggal menunggu waktu (ayat 15).
 
Mempercayakan diri kepada Tuhan (beriman) tidak akan membuat manusia mengadaikan dirinya untuk kenikmatan sesaat. Perlu diingat mengadaikan diri bukan berarti pindah agama (keyakinan), menggadaikan diri disini berarti menanggalkan keyakinan kepada kasih karunia Allah untuk mendapatkan kepuasan badani (materi). Yang penting dapat dulu, dosa urusan nanti. Jika manusia berprinsip seperti ini jangan harap kekudusan hidup akan hadir dalam hidupnya. Ketidak kudusan hidup maka berkat akan sulit kita dapati sekalipun kerja keras sampai titik darah penghabisan (ayat 17). Itu berarti juga sepanjang hidupnya hanya berisi keluhan dan keluhan. Manusia yang selalu mengeluh adalah tanda bahwa kasih karunia Allah jauh dari hidup mereka.
 
Kita sering mengatakan mengikut Yesus harus siap menderita. Benarkah ini? Jangan ungkapan ini sering kita katakan ketika kita sudah terpuruk. Padahal waktu masih hebat (kuat) ungkapan ini jarang kita ucapkan. Sesungguhnya yang dimaksud dengan Yesus, bahwa siapa yang mengikut Dia akan menderita adalah ketika kita melakukan kebenaran di tengah-tengah ketidak benaran. Apakah berarti berkat Tuhan akan berkurang? Sudah pasti tidak. Menderita melakukan kebenaran Allah sudah pasti hidup kita tidak akan susah. Amin.


Disadur Dari: Bahan Renungan Ibadah Pekan Keluarga (Pdt. Marianus Tupessy, S.Th)

Kembali