GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

Senin, 14 September 2020
TUHAN SUMBER HIKMAT
Amsal 4 : 5 - 6
 
Ada pepatah yang mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.” Arti dari pepatah ini hendak mengatakan bahwa, anak akan meniru apa yang dilakukan oleh orang yang usianya jauh lebih tua. Jadi dalam membangun keteladanan, yang di dalamnya ada unsur etika atau kesantunan. Maka kita sebagai orang tua atau yang lebih tua harus berhati-hati atau lebih tepatnya bijaksana, dalam membangun kehidupan bagi generasi masa depan.
 
Perikop ini pun memberikan gambaran, bagaimana orang tua menjadi titik berangkat untuk etika dan kesantunan tetap hidup dalam membangun sosial masyarakat. Hikmat (kebijaksanaan) dipersonifikasikan sebagai makhluk hidup yang tinggal di sekitar kehidupan keluarga (ayat 3, 4 dan 6). Tumbuh kembangnya hikmat selaras dengan pertumbuhan fisik dan mental seseorang (ayat 3 dan 4). Jelasnya, yang menentukan hikmat tumbuh dan tetap hidup dalam diri seseorang adalah kondisi keluarga, dimana hikmat itu hadir sebagai sesuatu yang hidup.
 
Perlu kita pahami dulu, orang yang berhikmat adalah orang yang sungguh-sungguh menyembah Tuhan dengan benar. Karena dari sini akan lahir apa yang disebut kebijaksanaan (kebersamaan). Kebijaksanaan selalu menghadirkan hal yang benar. Karena kebenaranlah yang akhirnya akan menjaga dan memelihara hidup kita (ayat 6).
 
Di jaman saat ini, dimana HAM (Hak Azasi Manusia) selalu dikedepankan dan dikumandangkan. Pertanyaannya adalah apakah manusia sudah tidak menghargai manusia yang lainnya? Atau sudah matikah nurani manusia terhadap sesamanya? Jawabnya “Ya”, karena begitu banyak kita lihat di keseharian ini, kesantunan terhadap sesama menjadi barang langka. Berbeda dianggap musuh. Padahal perbedaan adalah keindahan. Tuhan menciptakan segala jenis tumbuhan, manusia, dan lingkungan yang berbeda. Karena itulah cara Tuhan mewarnai kehidupan. Dan bukan untuk menghadirkan permusuhan.
 
Dalam konteks keseharian, banyak contoh yang bisa diberikan sebagai bentuk kesantunan atau menghargai/hormat kepada orang lain. Sebagai contoh: ketika kita menggunakan jasa online untuk kendaraan bermotor roda dua atau empat. Apa yang kita lakukan setelah pembayaran, banyak dari kita langsung membalikkan badan dan tidak peduli lagi dengan orang yang sudah mengantar kita. Kita berpikir, kan sudah dibayar. Tetapi bila kita bijaksana, ada rasa yang tidak bisa dibayar ketika kita duduk di atas motor atau di dalam mobil, sehingga kita sampai tujuan. Bila ini kita sadari, maka kita akan menaruh rasa hormat kepada orang yang telah mengantar kita. Dan kita baru membalikkan badan setelah mereka berlalu (pergi).
 
Akhirnya, ketika kita sungguh-sungguh menyembah Tuhan dengan benar, maka akan hadir kebijaksanaan. Karena orang yang bijak, ia tidak akan sombong. Kalau kesombongan menjadi gaya hidup, maka tidak akan pernah kita hidup tentram dan damai. Hidup penuh dengan kebajikan (kebijaksanaan), maka kita tidak akan dicelakai orang lain. Sebagai orang tua, opa dan oma atau kita yang dianggap tua, marilah sungguh-sungguh menyembah Tuhan dengan benar maka kita akan menjadi orang yang bijaksana. Hanya dengan kebijaksanaan kita mampu menghadirkan kehidupan untuk generasi yang akan datang. Amin.

Disadur Dari: Bahan Renungan Ibadah Pekan Keluarga (Pdt. Marianus Tupessy, S.Th)

Kembali