Senin, 21 September 2020
MANUSIA CERDAS
Amsal 9 : 10 - 18
Tidak ada satupun manusia mau disebut sebagai orang bodoh. Karena bodoh identik dengan kurang atau terbatas. Berbagai macam cara manusia dalam mengembangkan diri dan kehidupannya agar terlihat pandai atau pintar. Berawal dari bangku sekolah sebagai peletak dasar kecerdasan intelektual dan kemudian manusia mengembangkan dirinya. Pertanyaannya adalah apakah bekal kecerdasan intelektual identik dengan kepandaian ? Jawabnya “belum tentu”; karena banyak orang yang cerdas secara intelektual akhirnya jatuh dalam kebodohan atau terlihat bodoh.
Bacaan saat ini kembali menegaskan apa yang disebut dengan hikmat dan pengertian yang identik dengan kepandaian (ayat 10). Dimulai dengan takut akan Tuhan dan mengenal Tuhan dengan tatanan-Nya. Maka kepandaian akan menyertainya. Pandai disini adalah ketika manusia bijaksana dalam mengelola hidupnya. Kepandaian dalam kitab Amsal adalah perpaduan kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual. Perpaduan kecerdasan ini maka hikmat dan kebijaksanaan akan ada dalam hidup kita.
Jika dunia saat ini menawarkan beragam pendidikan agar manusia terasah kecerdasan intelektualnya, tapi mengapa keserakahan, kerakusan, ketamakan dan kesombongan serta ketimpangan sosial begitu jelas terlihat ? Mengapa banyak orang yang pintar secara intelektual akhirnya terlihat seperti orang bodoh ? Jawabannya sering terlontar dari mulut kita, seperti “makanya jangan rakus, makanya sadar diri” dan seterusnya. Lontaran kata-kata yang terucap setelah kita melihat bahwa seharusnya tidak dilakukan oleh orang yang terhormat. Tapi itulah kenyataan yang terjadi. Manusia gampang tergoda untuk melakukan kebodohan (kesalahan). Bila ditilik lebih dalam maka yang terjadi adalah pengenalan akan Tuhan yang terabaikan.
Takut akan Tuhan adalah permulaan hikmat. Maka yang mau dikatakan adalah sembahlah Tuhan dengan sungguh-sungguh dan taati aturan-Nya, sehingga kita menjadi manusia yang cerdas. Orang yang cerdas secara spiritual, ia akan cerdas juga secara intelektual. Tetapi orang yang cerdas secara intelektual, belum tentu cerdas secara spiritual. Buktinya banyak orang yang pintar secara intelektual jatuh. Jatuh di sini berarti melakukan kesalahan (secara moral) atau lebih tepatnya jatuh ke dalam dosa. Karena tidak mampu menahan godaan atau rayuan seperti dalam perikop ini, muaranya adalah dunia orang mati. Maksudnya tidak ada lagi kebahagiaan dalam hidupnya. Ia hidup tapi sudah mati, karena hidup yang sesungguhnya tidak bisa lagi dia rasakan.
Tuhan masih memberikan kesempatan, pergunakan waktu ini dengan menyembah dia dengan sungguh-sungguh dan taati aturan-Nya, maka hidup kita akan dituntun-Nya menuju kehidupan yang sesungguhnya. Di mana kebahagiaan, damai sejahtera dan sukacita menjadi bagian hidup kita. Amin.
Disadur Dari: Bahan Renungan Ibadah Pekan Keluarga (Pdt. Marianus Tupessy, S.Th)