Senin, 10 Mei 2021
KASIH ALLAH SEPANJANG MASA
(Hosea 3:1-5)
“Kasihilah Sesamamu Manusia Seperti Dirimu Sendiri” merupakan kalimat yang tidak asing lagi bagi kita. Mengasihi adalah salah satu wujud nyata yang seharusnya kita beri kepada siapapun, serta ber-latar belakang seperti apapun. Namun sayangnya, kasih dan mengasihi hanya sekedar ucapan saja, tanpa ada perbuatan yang nyata. Kita akan dengan mudah mengatakan, “begitu mengasihi keluarga, sahabat, saudara, istri/suami, kekasih, dsb”. Lalu bagaimana dengan orang yang telah begitu melukai hati dan perasaan kita?. Orang yang telah memberi rasa kekecewaan dan kepahitan yang mungkin sampai pada hari ini masih kita simpan begitu rapat. Bagaimana dengan orang yang telah mengkhianati kita? Apakah kita juga akan mudah mengatakan “aku mengasihi orang yang telah melukai perasaanku”. Sebuah penelitian mengatakan orang yang telah dikhianati lebih memilih menjauh dan menjaga jarak. Tentu ini merupakan suatu gambaran bahwa tiada satu orang pun yang suka atau mau dikhianati, karena begitu melukai hati dan menyakitkan. Namun disinilah kata “kasih” yang sesungguhnya diuji. Tetapi sadarkah kita, bahwa dalam hubungan antara manusia dengan Allah, justru kitalah yang sering kali menjadi pengkhianat kasih-Nya.
Dalam pasal ketiga ini, dapat kita lihat cara/sikap Allah yang memberi pengajaran serta pendidikan kepada Bangsa Israel. Allah memerintahkan Hosea “Pergilah lagi, cintailah perempuan yang suka bersundal dan berzinah, seperti Tuhan juga mencintai orang Israel”. Hosea diminta Allah untuk tetap mengasihi istri yang telah mengkhianatinya, melukai perasaannya, mengecewakannya. Hosea tidak pernah berhenti mengasihi Gomer. Ia harus pergi serta menyatakan kasih dan perhatiannya untuk Gomer kembali, seperti apa yang dilakukan Allah bagi Israel, sekalipun telah mendukakan hati-Nya dengan berpaling kepada allah lain. Ini adalah sebuah bukti bahwa kasih bukan hanya sekedar perkataan saja, melainkan sebuah tindakan nyata.
Allah tidak meninggalkan Israel maupun menjauh dari Israel, Allah tetap mengasihi mereka, Allah tetap menunjukkan kasih-nya dengan bersikap diam dan membiarkan Bangsa Israel. Sikap ini layaknya menjadi teguran sekaligus pengajaran untuk mengingatkan bahwa mereka telah melakukan perbuatan yang tidak disenangin oleh Allah. Allah diam bukan berarti tidak perduli, tetapi Allah mau mendidik mereka melalui kehidupan yang mereka jalani. Israel akan hidup seperti tidak punya pengharapan, tiada raja maupun pemimpin, layaknya tidak ada kehidupan seperti sukacita maupun kegembiraan. Sampai pada akhirnya Israel akan berbalik dan mencari Allah dengan segala keberadaanya, serta pengakuan diri atas dosa yang mereka lakukan. Israel akan melihat bahwa Ia tetap menunggu dan mendengar keluhan dan teriakan umat Israel memanggil Tuhan. Begitupun dalam kehidupan kita pada saat sekarang ini, Allah nyatakan kasih-Nya dalam kehidupan setiap pribadi maupun keluarga kita. Kasih yang besar itu terwujud dalam kerelaan hati Allah untuk mengutus anak- Nya yang tunggal, datang dan menebus dosa setiap kita. Walaupun keberdosaan yang kita lakukan sesungguhnya tidak layak menerima pengampunan yang telah ditebuus dengan darah yang mahal.
Melalui peristiwa kebangkitan Kristus adalah kesempatan kita untuk menerima tawaran Tuhan bahwa Ia tetap menunggu dan mendengar keluhan dan teriakan kita memohon pengasihan. Karena Allah tidak pernah memperhitungkan apa yang telah kita lakukan di hadapan-Nya. Namun Allah selalu menunjukkan kasih-Nya melalui Yesus Kristus (kematian dan kebangkitan-Nya) serta memanggil kita semua untuk merasakan kasih-Nya sepanja ng masa.
Disadur Dari: Bahan Renungan Ibadah Pekan Keluarga (Dearnata Nainggolan - Mahasiswi Praktek UKSW)