GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

GPIB BAHTERA HAYAT SURABAYA

Jl. Laksda M. Natsir, Tanjung Perak, Surabaya. 60165.
Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. (Lukas 13:29)

Minggu, 12 September 2021
SIAPAKAH ALLAH SEPERTI TUHAN?
Mikha 7 : 14 – 20

Apakah yang menjadi penentu hidupmu? Tepatnya, siapa yang paling menentukan jalan hidupmu? Manusia punya dua pilihan: uang atau Allah. Mungkin sebagian orang memilih uang sebagai penentu jalan hidupnya. Tujuan hidupnya diatur dan ditentukan oleh uang, uang menjadi Allahnya. Di lain pihak, tidak sedikit juga orang yang memilih Allah sebagai penentu hidupnya. Allah menjadi penentu dan tujuan hidupnya, dengan mengenal Allah manusia dapat mengenal dirinya sendiri. Siapakah Allah seperti Engkau? Demikian pertanyaan nabi Mikha pada bagian penutup nubuatannya. Dengan siapa Allah dapat dibandingkan?

Bagian akhir dari tulisan Mikha ini, merupakan sebuah doa permohonan. Mikha merindukan pemulihan bagi bangsa-Nya. Permohonan ini juga sebagai kritik Mikha terhadap para pemimpin yang tidak menerapkan keadilan dan kesejahteraan bagi bangsa yang dipimpinnya. Sehingga ia berharap kiranya Allah tetap berkenan menggembalakan umat-Nya, dan bangsanya tetap hidup seturut jalan Tuhan (ay. 14). Namun “siapakah Allah yang seperti Engkau (ay. 18) yang begitu membenci dosa dan pelanggaran yang dilakukan oleh umat-Nya? Tetapi juga mengampuni setiap orang yang mau berbalik kepada-Nya? Ia adalah Allah yang bijakasana, dengan otoritas dan kewibawaan-Nya Ia akan menegur atas pelanggaran yang telah dilakukan. Benar bahwa Ia mengampuni dan memaafkan, Ia tidak bertahan dalam murka-Nya (ay.18), tetapi apakah hanya ketika Allah menganpuni Ia akan disebut/dianggap sebagai Allah? Terkadang kita sering menyalahgunakan otoritas yang dimiliki oleh Allah. Kita akan menyatakan Dia adalah Allah yang Agung hanya ketika kesenangan, kelimpahan ada pada kehidupan ini. Pengampunan yang diberikan oleh Allah tidak pernah mengubah posisi Allah. PengampunanNya merupakan teguran dan didikan yang diberikan kepada kita. Dapat dilihat melalui ayat 19, “Allah kembali menyayangi kita” ini menyatakan keberpihakan Allah kepada manusia. Bahkan Ia menghapuskan kesalahan dan melempar segala dosa (ay. 19), sehingga tidak ada pembatas/penghalang akan kasih-Nya yang begitu besar. Allah senantiasa memberi kita kesempatan untuk berubah dan berbalik kepada-Nya. Namun bukan berarti kasih yang dimilikiNya dapat kita permainkan, karena Allah adalah Allah yang berwibawa dan punya otoritas.

Bagian akhir pada kitab Mikha ini menunjukkan kepada kita semua karakter dan sifat dari pada Allah. Apakah ada allah lain yang menegur dan mendidik dengan begitu keras? Banyak orang tidak sadar bahwa pengampunan-Nya itu sama dengan teguran dan didikan yang mendewasakan kita. Ketika Ia mengampuni bukan berarti posisi dan otoritas-Nya berubah, tetapi disanalah letak kewibawaan Allah dan kebijaksanaan Allah. Begitu banyak hal yang kita lalui dalam kehidupan ini, suka dan duka begitu beriringan, pertanda bahwa Allah punya kuasa yang tidak dapat dikendalikan oleh siapapun. Sehingga bukan hanya pada saat bersukacita saja kita menempatkan Dia sebagai Allah yang Maha Kuasa, tetapi dalam duka pun Ia tetap Allah yang menegur dan mendidik umat-Nya dengan cara-Nya. Melalui perenungan pada hari ini, juga memberi kita teguran, peringatan, sekaligus dorongan untuk tidak melakukan apa yang bukan menjadi kehendak Allah, maka manusia semestinya selalu berjuang untuk tidak menyakiti/mendukakan Allah. Karena otoritas Allah tidak dapat disalahgunakan begitu saja, Ia adalah Allah yang penuh kewibawaan dan tidak dapat dibandingkan oleh siapapun dan apapun.


Disadur Dari: Bahan Renungan Ibadah Pekan Keluarga (Dearnata Nainggolan - Mahasiswi Praktek UKSW)

Kembali